Betapa dunia
itu sangat sempit. Mungkin, sesempit pikiran-pikiran bejat manusia, seperti
dirinya. Begitu sempitnya, sampai-sampai waktu bisa mempertemukan lagi dirinya
dengan gadis itu di tempat yang berbeda. Iya, gadis yang selalu membuatnya
merasa bersalah hingga hari ini. Bahkan untuk menghapus’ sebuah kekhilafan’ itu
tak cukup dengan air mata dan kata maaf. Eza tau, perempuan itu pasti sangat
membencinya. Karena dia hampir saja merebut semuanya. Semua yang berharga dari
perempuan jelita itu. Kehormatan dan mimpi-mimpinya tentang masa depan , nyaris
saja ia rampas dengan kejam. Dia sendiri pun sangat membenci dirinya setiap
kali adegan-adegan mengerikan itu berputar-putar di kepalanya, seperti
longlongan setan yang seakan setia membawa rasa bersalah itu menyelinap di
kalbunya, apalagi gadis itu. Kebenciannya akan lebih jauh dari rasa benci eza
pada dirinya sendiri.
Sekarang,
entah takdir yang membawa kembali perempuan itu di depan matanya untuk
memberinya kesempatan memberanikan diri melontarkan kata ‘maaf’ di depan wajah
lugu itu, atau hanya sekedar untuk mengingatkannya pada dosa masa lalu,
kesalahan yang nyaris fatal empat tahun lalu. Eza hanya mampu menatap
sembunyi-sembunyi siulet gadis yang Nampak cantik itu dengan balutan dress
merah muda yang tertutupi jaket cokelat tebal sedang berdiri di tepi tebing,
memandangi kelebatan puncak-puncak pinus di bawahnya. Ingin sekali rasanya eza
menghampiri perempuan itu. Desiran di hatinya cukup menyiratkan jika ia memang
masih mencintai adrella. Sangat, malah. terlebih mengetahui gadis itu di
sini-didekatnya- sesuatu perasaan yang bernama rindu mencuat ke puncak hati.
Sore ini,
eza tak hanya ingin menatap remang gadis berambut cokelat kekuningan itu dari
balik pohon seperti sore kemarin. Ia ingin mendengar gema suara khas dari bibir
yang selalu basah itu. Nada manja dan ceria dari adrella membuatnya terlalu
rindu. Eza menatap topeng spider-man yang baru saja ia beli tadi siang di
sebuah pasar penjaja perlengkapan tahun baru digenggamannya dan ah… sebuah jepitan
berwarna pink milik adrella. Jepitan yang tak sengaja jatuh dari juntaian halus
rambut adrella kemarin sore. Eza ingat benda kecil itu. Benda kecil yang tak
cukup berharga untuk diberikan kepada gadis special seperti adrella di hari
anniversary mereka yang pertama. Tapi, benda tak bernilai itu masih disimpan
adrella. Bahkan ia masih sudi mengenakan hadiah dari laki-laki yang berniat menyakitinya di
rambut panjang nan cantiknya.
Ada keraguan
yang memerangkap rasa rindunya untuk menghampiri adrella, menyentuh bahu
kecilnya yang sudah lama tak ia sentuh sejak hari perpisahan mereka- Hari
perpisahan yang tanpa kata perpisahan. Tapi, the factor of love lebih besar
dari perangkap rindu dan rasa enggannya. Sekali saja. Paling tidak, ingin
sekali lagi berbincang dan menatap angle-nya dengan puas, hari ini, di tempat
favoritenya memandang berkas-berkas jingga dari mentari yang akan terlelap. Eza
memantapkan diri mengenakan topeng spidey-nya.
Dengan
langkah-langkah kecil yang terasa berat walau bentangan jaraknya hanya delapan
kaki dari tempatnya berdiri ke tempat adrella duduk manis di sana. Eza tak
kuasa mengendalikan rasa gugup yang dengan cepat menjalari tubuhnya sampai
mengeluarkan keringat dingin di jidatnya
Pelan-pelan,
hamper tanpa suara gesekan kecil, eza duduk di sisi kanan adrella. Tapi, tak
tampak rasa terusik dari gerak tubuh adrella, dia tak menyadari keberadaan
seseorang di sampingnya karena terlalu asyik bermain dalam imajinasinya
sendiri. Eza menoleh dua detik untuk menatap wajah adrella, hidung bangir itu
Nampak lebih menarik jika diamati dari samping lalu eza kembali membuang
tatapannya lurus-lurus ke depan. Yang dipikirannya saat ini, bagaimana ia bisa
menyamarkan suaranya. Masihkah adrella mampu menangkap dan mengenali sosok
bersuara berat itu? atau sudah terlalu banyak suara berat yang menyapa sepasang
kupingnya dan melupakan suara seorang laki-laki yang dulu selalu menyapanya
dengan penuh cinta.
“hmm…” eza
berdehem kecil tapi, mampu membuyarkan adrella yang dari tadi sibuk dengan
pikirannya sendiri.
Tatapan mata
adrella bertemu dengan sepasang mata eza di balik topeng spider-mannya.
“hei, what’s
going on?” Tanya gadis berwajah bersih
itu dengan air muka yang tampak terkejut. Tentu saja terkejut, melihat
seseorang yang entah siapa tahu-tahu duduk disampingnya terlebih memakai topeng
super hero.
“o-oh,
sorry,” eza gelagapan mengetahui mata sabit gadis itu menerawang ke arahnya
membuat eza semakin kikuk. Eza berusaha mengumpulkan udara banyak-banyak ke
dadanya. Setelah merasa hentakan di dadanya sedikit mereda, ia bertanya dengan
susah paya,”a-aku.. aku ganggu ya?”
Adrella
tersenyum simpul tapi tetap menampakan mimik heran di wajahnya,”nggak sih. Cuma
kaget aja tiba-tiba ada spider-man!” adrella terkikik kecil. Ia berusaha
menahan kegeliannya melihat pria bertubuh besar yang ia yakin sudah dewasa
memakai topeng anak-anak.
Eza
menggaruk-garuk tengkuknya. Rona merah mungkin akan terlihat jelas di wajahnya
kalau saja ia tidak memakai topeng bodoh itu,”eh, aku… aku..” eza menelan
ludah. Sejenak terdiam memikirkan penjelasan apa yang ‘mungkin’ agak logis tentang
penampilannya konyolnya,”b-begini, wajahku jelek. Aku malu dilihat orang,” what!?
Do you think that a logic reason? Eza berkali-kali mengumpat dirinya dalam hati
. hanya alasan itu yang secepat kilat keluar dari mulutnya.
Lagi-lagi,
adrella terkekeh kecil. Sebelah tangannya menutupi mulutnya yang mulai
mengeluarakan suara gelak tawa,”emang segitu jeleknya, ya?” dalam benaknya
adrella bergumam, lucu juga cowok spidey
misterius ini. Adrella sering mendengar keluhan orang-orang disekelilingnya
tentang proporsi tubuh dan wajah yang yang nilainya hanya dibawah 6, jauh dari
angka sepuluh. Ia sering kali hanya tersenyum ketika teman-teman dekatnya
sedikit mengeluh tentang hal kecil itu. tapi, tak ada satu pun diantara mereka
yang terlalu mempermasalahkan wajah yang mereka anggap tak rupawan itu
sampai-sampai harus menutupinya. ”sejelek apa sih? Nggak sampai bikin aku
pingsan, kan?”
Eza terdiam.
Tak merespon tawa candaan adrella. Karena memang ia tidak sedang melucu. ia
serius dengan alasan bodoh itu. It’s not
a joke, adrella.. yeah, you would be fainting if you knew me.. batin eza
mengerang.
Eza tak
menyadari, tangan adrella bergerak cepat hampir-hampir membuka topeng yang
melekat menyembunyikan wajahnya. Nyaris saja membuka ‘kedok’nya sebulum dirinya
merasa siap. Tapi, dengan refleks eza mencengkram tangan adrella. Beruntung,
tangannya bergerak lebih lincah dari tangan mungil yang sekarang sedang di
genggamannya.
“maaf,”
adrella menarik tangannya dari genggaman eza, “aku nggak bermaksud…” air muka
adrella berubah dari raut cerianya beberapa detik lalu. Air muka rasa bersalah
yang terlihat jelas untuk eza.
Adrella sadar perbuatan ‘iseng’-nya tadi cukup
lancang, bisa-bisa membuat laki-laki misterius yang belum dikenalnya itu
tersinggung. Mungkin saja, memang pria itu ingin menyembunyikan wajahnya karena
suatu hal seperti wajahnya rusak karena kecelakaan atau apa. Yah.. mungkin
seperti itu. Dan dia nyaris melakukan hal yang salah.
Eza menampik
senyum lebar yang tak mampu dilihat adrella dari balik wajahnya yang ditutupi
topeng. Matanya yang mencekung menyiratkan jika ia sedang mengulum senyum pada
adrella,”nope. Aku sebenarnya mau ngasih ini,” ia merogoh saku kemejanya.
Jepitan berwarna pink lembut itu diberikannya pada adrella,”punyamu, kan?”
Ah.. rasa
penasaran dan bingung adrella terjawab sudah. Jadi, jepitannya yang mau
diberikan cowok spidey ini padanya. Ugh, nyaris saja ia berpikir yang
tidak-tidak,”ya.. it’s mine,”
“umm..
beberapa hari ini aku sering melihat seorang perempuan duduk di tepi tebing
menunggu hingga sunset. Aku tidak sengaja menemukan jepitan itu disini. jadi ku
piker ini punya mu,” jelas eza sebelum adrella menanyakan itu.
Adrella
mengangguk dua kali. Kemudian tangannya bergerak menyematkan jepitan berwarna
senada dengan dress yang dikenakannya ke rambut cokelat kekuniannya. Benda
kecil itu mampu menambah sentuhan manis pada penampilan kasual adrella. Dengan
nuansa warna ‘manja’ itu adrella terlihat seperti boneka tercantik didunia,
Barbie doll.
“oh, yeah.
Thanks,” sahutnya singkat. Udara dingin sore itu membuat Pipi chubby yang seingat eza empat tahun lalu
masih Nampak tirus itu semakin bersemu merah. Eza mengamati sedikit perubahan
dari adrella. Empat tahun lalu gadis manis itu memiliki tubuh tinggi yang kurus
tapi, sekarang tubuh tinggi itu semakin ideal dengan tubuh adrella yang lebih
berisi. Empat tahun lalu, eza setengah mati mengagumi kejelitaan wajah adrella
yang sangat natural. Dan sekarang, eza dibuat semakin mengagumi peri cantik
itu. dia cantik. Lebih dari bayangan wajahnya empat tahun lalu. Kelihatan
sangat menarik mata dengan gaya lebih dewasa namun tetap natural.
“anyway, aku
adrella. Panggil aja , dela..” adrella mengulurkan tangannya. Eza memandangi
tangan adrella yang terulur di depannya. Kebingungan kembali menyergap. Dalam
perkenalan tentu saja harus saling mengetaui ‘Nama’ baru bisa berboncang lebih
jauh. Bodohnya eza tidak memperhitungkan jika diantara dirinya dan adrella akan
kembali mengulangi tahap awal pertemuan yaitu, perkenalan. Sekarang nama apa
yang pantas untuk dirinya?
“hei, kok
diam? Nama kamu siapa?” Tanya adrella sambil menatap uluran tangannya yang
belum jua disambut.
Oh my god..
sekarang otaknya koslet hanya untuk menjawab satu pertanyaan paling mudah di
dunia. Mungkin hanya orang amnesia permanen yang menganggap pertanyaan semacam
itu sebagai soal yang rumit,”aku.. nama.. aku.. emm..” eza kembali
menggaruk-garuk tengkuknya. merasa bersalah tak menyambut uluran tangan adrella
yang sudah cukup baik menyambut ‘keanehan’nya dengan sikap ramah. Eza buru-buru
memutar otaknya hanya untuk menyebutkan satu kata saja. Ayolah ambil nama apa saja! Jacky, lucky, bastian, atau bobby nama
anjing piaranmu dirumah, terserah! “peter. Yah namaku peter,”
Mata adrella
kembali menyipit. Ia sedang tertawa lagi,”haha.. awesome! Maybe, like your mask,
peter parker! Spider-man!” adrella mengeluarkan suara tawa yang kini tak ia
sembunyikan lagi. Dan, eza menikmati suara tawa ceria yang selalu ingin
didengarnya kembali. Ya.. Tuhan ternyata mengabulkan do’anya selama empat tahun!
Melihat ekspresi tawa ceria adrella, mau tak mau eza pun ikut tergelak.
Ternyata, di
sore inilah penantiannya berakhir. Menunggu waktu akan membawanya bertemu lagi
dengan sang angle yang teramat dicintainya.
Saking terobsesinya untuk memiliki, nafsu membakar akal sehatnya. Waktu itu
iblis menghasutnya untuk mengambil sesuatu yang berharga dari perempuan yang ia
cintai. Dengan merampas hal paling berharganya, dia akan memiliki gadis itu
seutuhnya. Tanpa ada rasa risau gadis yang ia cintai berpaling dari dekapannya.
Eza sudah berulang kali menghujat akal pikirannya yang pendek itu. andai saja..
Tuhan membiarkan kelakuan bejatnya terjadi, mungkin senyum manis dan tawa ceria
itu tak akan bisa lagi dilihatnya seperti sore ini.
“kamu
tinggal disini, pete?” Tanya adrella tanpa menoleh pada eza. Tatapannya kembali
menghambur memandangi pesona alam di sore yang masih cerah.
Eza
mengerutkan kening, sedikit risih mendengar adrella menyapanya dengan sebuah
nama yang sama sekali bukanlah nama panggilannya,“nggak. Aku tinggal di kota,”
jawab eza dengan suara yang agak dibuat-buat,”dan kamu?” pertanyaan yang
sebenarnya tanpa ditanyakan pun ia tahu jawabnnya. Adrella, seorang gadis indo
blasteran belanda. Lahir di Amsterdam tapi, kota bandunglah tempat ia
dibesarkan selama 11 tahun. Lalu adrella meninggalkan kota kembang dan pindah
entah kemana setelah lulus SMA.
“aku juga
bukan orang sini,” sahutnya,”aku ke sini dengan papa-mama. Mereka mau
mengunjungi salah satu kerabat yang tinggal disini. Yah.. sekalian refreshing,”
Hening beberapa saat. Keduanya sibuk menikmati
udara segar yang dihasilkan dari pepohonan hijau di sana-sini. Meskipun, cahaya
matahari masih benderang, namun sinar kehangatannya tak cukup mengalahkan udara
dingin yang menusuk kulit. Yah, jangan samakan orang tropis dengan para bule
yang sudah terbiasa dengan onggokan salju di atap dan halaman rumah mereka pada
musim dingin, suhu 18 derajat sudah cukup membuat orang tropis kewalahan karena
dingin.
“di sini
enak ya,” sahut adrella memecah keheningan diantara mereka,”sejuk, masih alami.
Polusinya nggak parah kayak di kota,”
Eza
tersenyum. Malino, memang tempat kesenangannya untuk lari dari kerumitan
masalah di hidupnya atau sekedar mengusir penat dan mencari inspirasi untuk
menulis hal menarik. Alasan utama tempat ini masuk dalam list favorite
place-nya adalah suasana alamnya yang sunyi dan sejuk.
“yah..
kadang aku berpikir ingin tinggal disini. tempat nyaman yang bisa membuatku
bebas dari beban pikiran,” ujar eza sambil menghirup aroma segar dari hembusan
angin.
“me too.
But, sometimes.. tempat yang nyaman itu terlalu memanjakanmu. itu malah akan membuatmu
bosan, jenuh, dan merasa nggak punya tantangan,” tukas adrella. Ia memasukkan
kedua telapak tangannya yang mulai terasa beku ke dalam saku jaket cokelatnya
yang lumayan tebal.
Pelan-pelan,
eza merebahkan badannya. Kedua tangannya menopang kepalanya yang terbaring di
atas rerumpuran tipis,”aku sudah bosan menghadapi tantangan..” kalimatnya
menggantung. Ia sebenarnya tak ingin bercerita lebih jauh. Tapi, raut wajah
adrella menunggu eza melanjutkan kalimatnya.
“aku seorang
penulis. Ah.. lebih tepatnya aku ingin menjadi seorang penulis, penulis buku
fiksi, cerita horror atau apa saja. Tapi, sayangnya aku nggak bisa mematahkan
tantangan untuk membuat tulisanku disukai,” ini terdengar seperti curahan hati.
Keluh kesah yang selama bertahun-tahun disimpannya dalam hati kini, ia luapkan
pada gadis itu. dari remaja, eza selalu berangan menulis sebuah cerita menarik
yang akan diabadikan dalam buku bersampul cantik. Tapi, sungguh ironis
mengetahui kenyataan tak kunjung menyambut mimpinya. Selama ia memimpikan hal
itu, baru satu kali ia berhasil menjadikan tulisannya sebuah buku. Itu terjadi
lima tahun lalu ketika sang pujaan hati masih ada di sisinya, masih mengenggam
tangannya dikala rasa pesimis itumenyergap pikirannya. Saat itu masih ada
adrella.. a girls who’s inspiring him. Dulu ia menulis karena cinta. Lalu
sekarang ia menulis untuk apa? Inspirasi itu seakan pergi seiring kepergian
adrella dari hidupnya.
“mungkin
kamu terlalu cepat menyerah. You know , right? Seorang ilmuwan aja harus
mencoba bereksperimen beribu kali sampai tujuannya berhasil. Mereka nggak
pernah bosan kok meski harus mengulangi sekali lagi kegagalannya. Toh, pada
akhirnya semua berujung manis,” adrella ikut merebahkan badannya di samping
eza. Sedetik ia menoleh menatap pria di balik topeng spiderman itu.
“I’m a
desiner. Untuk meraih mimpiku itu nggak mudah. Aku harus mendengar semua
kritikan pedas dari beberapa manajer perusahaan tempatku mengajukan lamaran.
Tidak mudah berlapang hati mendengar orang lain mencemo’oh karya mu dengan
tajam, seakan semua argumen menjatuhkan itu seperti pisau yang mematikan
optimismemu. But, I never give up, aku terus belajar. Sampai akhirnya dari kata
‘coba lagi’ aku mendapat jalan menciptakan desain baju yang laku di pasaran,”
ujar adrella penuh semangat.
Ada rasa
bangga memenuhi hati eza. Peri cantiknya ternyata telah memiliki sayap indah nan
kokoh membawanya terbang jauh. sangat jauh meninggalkan eza yang masih berusaha
merangkak mewujudkan angan-angan menjadi kenyataan. Dia masih menjadi seorang
pecundang diumurnya yang ke 23 tahun. Jangankan untuk meraih mimpi menjadi
seorang penulis mega bestseller, gelar sarjana pun belum ia sandang.
“great! I
hope, I can do as well as you do,” ucap eza sambil memandangi langit menjingga
dari matahari yang perlahan menjauhi peraduannya.
“you can,
pete! I am sure. Menulislah dengan hati. Jangan terlalu memikirkan hasilnya
nanti akan bagaimana. Lakukan saja karena kamu menyukai apa yang kamu lakukan
dan kalau gagal masih banyak waktu untuk mengulanginya menjadi lebih apik.
Tuhan membuatmu gagal, supaya kamu bisa belajar kelemahan yang harus kamu
benahi. And.. beliave Tulisan yang kau tulis dengan sepenuh hati, akan mampu
menyentuh hati orang yang membacanya,” adrella menyentuh lembut pundak kekar
eza, hanya sekedar berusaha menyampaikan support-nya pada laki-laki yang baru
saja dikenalnya beberapa menit yang lalu. Tapi, bagi eza sentuhan sesaat itu
sungguh berarti. Meskipun hanya menyentuh jaket kulitnya saja, namun sentuhan
kecil itu seakan membangkitkan kehangatan di hatinya yang telah lama tenggelam
dalam kelam.
“I trust
you. Thank you for your words,”eza mengulum senyumann simpul.
“same here,”
meski tak bisa menerawang senyuman itu adrella membalasnya dengan tulus.
“anyway,
suka spider-man?”Tanya adrella yang hanya di jawab dengan anggukan oleh
eza,”you remember me about someone. Someone who ever fill my life. He is
precious for me,”
Mungkin
adrella tak menyadari, kata-katanya barusan membuat mulut laki-laki di
sampingnya setengah terbuka saking kagetnya. He is precious for me. Kata-kata itu masih memenuhi pendengarannya.
Bagaimana bisa seorang laki-laki yang empat tahun lalu berniat mengambil segala
yang berharga dari dirinya dianggap adrella sebagai ‘precious person’? Bukankah
laki-laki yang dimaksudnya itu hanyalah sebuah sampah yang lebih pantas untuk
dilupakan?
“peter..”
sahut adrella menyadarkan eza yang memandang kosong kearah langit,
“yeah?” eza
menoleh kearah wajah cantik itu.
“I have to
go right now,” adrella lekas berdiri sambil membersihkan rerumputan yang
menempel bajunya.
“you have to
go? Where?” Tanya eza. Jika didengar lebih teliti pertanyaan itu terkesan tak
ingin membiarkan adrella pergi. Yah.. beberapa menit yang begitu singkat
berbincang dengan seseorang yang sangat ia nantikan. Rasanya belum cukup untuk melepas kerinduannya.
“sore ini
aku bakal berangkat ke kota. Mungkin, baru besok terbang ke aussie,”
“aussie?”
eza terperanjat. Rasanya begitu sulit menerima kenyataan jika jarak akan
kembali memisahkan adrella darinya.
Adrella
hanya mengangguk,”jauh banget,” ujar eza meski adrella tak bisa menangkap
kekecewaan yang tersirat dari air muka eza.
“yeah.. papa
dan mama punya kerjaan disana. And.. I work overthere, too,” jelas adrella.
“dela..” eza
menyebut nama itu dengan pelan hampir tak terdengar sama sekali saking sulitnya
ia mengeja nama itu di ujung lidahnya. Terasa berat baginya mengucap satu kata
itu. sebuah nama yang pemiliknya hampir ia sakit. Sebuah nama yang selalu
mengingatkannya dengan kesalahan,”do they will meet anymore?”
adrella
menyambut pertanyaan itu dengan tawa candaan,”you will meet me again? Hmm.. I
suspect. Maybe, you’ve had some special feeling for me,” ujarnya bermaksud
sedikit ingin menjahili cowok misterius yang wajahnya tak ingin dilihat itu.
pipi chubby
merah muda itu sungguh kelihatan menggemaskan untuk dicubit. Terlebih disaat
pemiliknya sedang terkekeh jail seperti sekarang. tapi, eza tak mungkin
melakukan hal yang sangat ingin dilakukannya itu.
“I do hope
will meet you again,”
“I do hope
so, see you, pete” sahut adrella. Ia mulai beranjak meninggalkan eza yang masih
berdiri mematung disana. Sepasang mata eza tak lepas memandangi siulet tubuh
adrella yang perlahan-lahan mulai menjauh darinya. Andai cupid masih
memihaknya, mungkin saja ia bisa melepaskan topeng konyol itu, berlari kearah
adrella dan mengatakan ‘aku masih mencintaimu’ di depan gadis itu dengan
percaya diri. Kemudian adrella pun akan mengatakan hal yang sama padanya. Semua
begitu indah dalam khayalannya. Hanya dalam khayalan. Karena mustahil
mengatakan ‘aku masih mencintaimu’ di depan orang yang di hatinya masih
mengendap secuil rasa benci. Eza pun hanya bisa membiarkan detik demi detik
membuat langkah kecil gadis itu semakin menjauhinya.
“spidey!”
adrella tahu-tahu menghentikan langkahnya.
Eza sejenak
menahan nafas saat tahu wajah cantik itu kembali menoleh ke arahnya,”yeah?”
“nice to
meet you,”
“nice to
meet you, too,”
“you are a
nice guy. Perhaps, if you wanna release your mask.. I will be falling in love
with you,” adrella terkekeh. Satu kalimat candaan lagi yang terlontar darinya.
Eza setengah
tertegun mendengar itu,”oh boy, yeah..”
“oh boy
yeah… what?!”
Eza menggeleng
berusaha keluar dari lamunan yang menjeratnya,”nothing. I mean.. you are a nice
girl, too,” suara itu terdengar agak parau..
“okey, bye,
pete..”ucap adrella sambil melambaikan tangannya. Kedua sudut di bibir mungil
itu membentuk lengkungan yang indah. Senyuman manis yang merekah sekali lagi di
wajah gadisnya. Eza tak tahu itu sebuah senyuman indah terakhir dari adrella
untuknya
“bye..” eza membalas lambaian itu meski ia sama sekali tak
menginginkan kata ‘bye’ itu mengakhiri pertemuannya dengan adrella hari ini,
disini.
Dalam temaram
kamarnya yang sunyi, eza menatap langit-langit kamar yang Nampak gelap sambil
merebah di atas kasur kapuk yang tak lagi empuk.
Pelan-pelan,
eza memejamkan kedua matanya. Sedetik, dua detik.. pahatan sempurna wajah
sesosok gaids mulai memenuhi isi kepalanya. Eza menyukai kesunyian ini. Kesunyian
yang ditemani kegelapan. Karena di saat seperti inilah ia bisa dengan puas
merekam ukiran lengkungan senyum adrella di sore hari yang cerah. Momen yang
tak pernah terulang lagi. Telah using dan hanya menjadi kenangan diingatannya.
Mungkin,
waktu bisa saja kembali mengulang semuanya. Bahkan, menyatukan cinta yang telah
lama terpisah itu sangat mudah bagi waktu. Tapi, bagaimana jika takdir tidak
mengizinkan? Waktu bisa apa!
Eza menghirup
udara di sekelilingnya. Membayangkan aroma harum yang menguar dari tubuh
angle-nya.
Eza menghentikan sejenak imajinasinya. Dan berpikir ulang
tentang ‘dunia yang begitu sempit’. Yah.. mungkin dugaannya meleset. Dunia tak
sesempit pikirannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pedas-pedas menggelitik