Powered By Blogger

Rabu, 16 Januari 2013

just about L.O.V.E (soundtrack song : A Thousand Year, christina perri)

Betapa dunia itu sangat sempit. Mungkin, sesempit pikiran-pikiran bejat manusia, seperti dirinya. Begitu sempitnya, sampai-sampai waktu bisa mempertemukan lagi dirinya dengan gadis itu di tempat yang berbeda. Iya, gadis yang selalu membuatnya merasa bersalah hingga hari ini. Bahkan untuk menghapus’ sebuah kekhilafan’ itu tak cukup dengan air mata dan kata maaf. Eza tau, perempuan itu pasti sangat membencinya. Karena dia hampir saja merebut semuanya. Semua yang berharga dari perempuan jelita itu. Kehormatan dan mimpi-mimpinya tentang masa depan , nyaris saja ia rampas dengan kejam. Dia sendiri pun sangat membenci dirinya setiap kali adegan-adegan mengerikan itu berputar-putar di kepalanya, seperti longlongan setan yang seakan setia membawa rasa bersalah itu menyelinap di kalbunya, apalagi gadis itu. Kebenciannya akan lebih jauh dari rasa benci eza pada dirinya sendiri.
Sekarang, entah takdir yang membawa kembali perempuan itu di depan matanya untuk memberinya kesempatan memberanikan diri melontarkan kata ‘maaf’ di depan wajah lugu itu, atau hanya sekedar untuk mengingatkannya pada dosa masa lalu, kesalahan yang nyaris fatal empat tahun lalu. Eza hanya mampu menatap sembunyi-sembunyi siulet gadis yang Nampak cantik itu dengan balutan dress merah muda yang tertutupi jaket cokelat tebal sedang berdiri di tepi tebing, memandangi kelebatan puncak-puncak pinus di bawahnya. Ingin sekali rasanya eza menghampiri perempuan itu. Desiran di hatinya cukup menyiratkan jika ia memang masih mencintai adrella. Sangat, malah. terlebih mengetahui gadis itu di sini-didekatnya- sesuatu perasaan yang bernama rindu mencuat ke puncak hati.
Sore ini, eza tak hanya ingin menatap remang gadis berambut cokelat kekuningan itu dari balik pohon seperti sore kemarin. Ia ingin mendengar gema suara khas dari bibir yang selalu basah itu. Nada manja dan ceria dari adrella membuatnya terlalu rindu. Eza menatap topeng spider-man yang baru saja ia beli tadi siang di sebuah pasar penjaja perlengkapan tahun baru digenggamannya dan ah… sebuah jepitan berwarna pink milik adrella. Jepitan yang tak sengaja jatuh dari juntaian halus rambut adrella kemarin sore. Eza ingat benda kecil itu. Benda kecil yang tak cukup berharga untuk diberikan kepada gadis special seperti adrella di hari anniversary mereka yang pertama. Tapi, benda tak bernilai itu masih disimpan adrella. Bahkan ia masih sudi mengenakan hadiah  dari laki-laki yang berniat menyakitinya di rambut panjang nan cantiknya.
Ada keraguan yang memerangkap rasa rindunya untuk menghampiri adrella, menyentuh bahu kecilnya yang sudah lama tak ia sentuh sejak hari perpisahan mereka- Hari perpisahan yang tanpa kata perpisahan. Tapi, the factor of love lebih besar dari perangkap rindu dan rasa enggannya. Sekali saja. Paling tidak, ingin sekali lagi berbincang dan menatap angle-nya dengan puas, hari ini, di tempat favoritenya memandang berkas-berkas jingga dari mentari yang akan terlelap. Eza memantapkan diri mengenakan topeng spidey-nya.
Dengan langkah-langkah kecil yang terasa berat walau bentangan jaraknya hanya delapan kaki dari tempatnya berdiri ke tempat adrella duduk manis di sana. Eza tak kuasa mengendalikan rasa gugup yang dengan cepat menjalari tubuhnya sampai mengeluarkan keringat dingin di jidatnya
Pelan-pelan, hamper tanpa suara gesekan kecil, eza duduk di sisi kanan adrella. Tapi, tak tampak rasa terusik dari gerak tubuh adrella, dia tak menyadari keberadaan seseorang di sampingnya karena terlalu asyik bermain dalam imajinasinya sendiri. Eza menoleh dua detik untuk menatap wajah adrella, hidung bangir itu Nampak lebih menarik jika diamati dari samping lalu eza kembali membuang tatapannya lurus-lurus ke depan. Yang dipikirannya saat ini, bagaimana ia bisa menyamarkan suaranya. Masihkah adrella mampu menangkap dan mengenali sosok bersuara berat itu? atau sudah terlalu banyak suara berat yang menyapa sepasang kupingnya dan melupakan suara seorang laki-laki yang dulu selalu menyapanya dengan penuh cinta.
“hmm…” eza berdehem kecil tapi, mampu membuyarkan adrella yang dari tadi sibuk dengan pikirannya sendiri.
Tatapan mata adrella bertemu dengan sepasang mata eza di balik topeng spider-mannya.
“hei, what’s going on?” Tanya  gadis berwajah bersih itu dengan air muka yang tampak terkejut. Tentu saja terkejut, melihat seseorang yang entah siapa tahu-tahu duduk disampingnya terlebih memakai topeng super hero.
“o-oh, sorry,” eza gelagapan mengetahui mata sabit gadis itu menerawang ke arahnya membuat eza semakin kikuk. Eza berusaha mengumpulkan udara banyak-banyak ke dadanya. Setelah merasa hentakan di dadanya sedikit mereda, ia bertanya dengan susah paya,”a-aku.. aku ganggu ya?”
Adrella tersenyum simpul tapi tetap menampakan mimik heran di wajahnya,”nggak sih. Cuma kaget aja tiba-tiba ada spider-man!” adrella terkikik kecil. Ia berusaha menahan kegeliannya melihat pria bertubuh besar yang ia yakin sudah dewasa memakai topeng anak-anak.
Eza menggaruk-garuk tengkuknya. Rona merah mungkin akan terlihat jelas di wajahnya kalau saja ia tidak memakai topeng bodoh itu,”eh, aku… aku..” eza menelan ludah. Sejenak terdiam memikirkan penjelasan apa yang ‘mungkin’ agak logis tentang penampilannya konyolnya,”b-begini, wajahku jelek. Aku malu dilihat orang,” what!? Do you think that a logic reason? Eza berkali-kali mengumpat dirinya dalam hati . hanya alasan itu yang secepat kilat keluar dari mulutnya.
Lagi-lagi, adrella terkekeh kecil. Sebelah tangannya menutupi mulutnya yang mulai mengeluarakan suara gelak tawa,”emang segitu jeleknya, ya?” dalam benaknya adrella bergumam, lucu juga cowok spidey misterius ini. Adrella sering mendengar keluhan orang-orang disekelilingnya tentang proporsi tubuh dan wajah yang yang nilainya hanya dibawah 6, jauh dari angka sepuluh. Ia sering kali hanya tersenyum ketika teman-teman dekatnya sedikit mengeluh tentang hal kecil itu. tapi, tak ada satu pun diantara mereka yang terlalu mempermasalahkan wajah yang mereka anggap tak rupawan itu sampai-sampai harus menutupinya. ”sejelek apa sih? Nggak sampai bikin aku pingsan, kan?”
Eza terdiam. Tak merespon tawa candaan adrella. Karena memang ia tidak sedang melucu. ia serius dengan alasan bodoh itu. It’s not a joke, adrella.. yeah, you would be fainting if you knew me.. batin eza mengerang.
Eza tak menyadari, tangan adrella bergerak cepat hampir-hampir membuka topeng yang melekat menyembunyikan wajahnya. Nyaris saja membuka ‘kedok’nya sebulum dirinya merasa siap. Tapi, dengan refleks eza mencengkram tangan adrella. Beruntung, tangannya bergerak lebih lincah dari tangan mungil yang sekarang sedang di genggamannya.
“maaf,” adrella menarik tangannya dari genggaman eza, “aku nggak bermaksud…” air muka adrella berubah dari raut cerianya beberapa detik lalu. Air muka rasa bersalah yang terlihat jelas untuk eza.
 Adrella sadar perbuatan ‘iseng’-nya tadi cukup lancang, bisa-bisa membuat laki-laki misterius yang belum dikenalnya itu tersinggung. Mungkin saja, memang pria itu ingin menyembunyikan wajahnya karena suatu hal seperti wajahnya rusak karena kecelakaan atau apa. Yah.. mungkin seperti itu. Dan dia nyaris melakukan hal yang salah.
Eza menampik senyum lebar yang tak mampu dilihat adrella dari balik wajahnya yang ditutupi topeng. Matanya yang mencekung menyiratkan jika ia sedang mengulum senyum pada adrella,”nope. Aku sebenarnya mau ngasih ini,” ia merogoh saku kemejanya. Jepitan berwarna pink lembut itu diberikannya pada adrella,”punyamu, kan?”
Ah.. rasa penasaran dan bingung adrella terjawab sudah. Jadi, jepitannya yang mau diberikan cowok spidey ini padanya. Ugh, nyaris saja ia berpikir yang tidak-tidak,”ya.. it’s mine,”
“umm.. beberapa hari ini aku sering melihat seorang perempuan duduk di tepi tebing menunggu hingga sunset. Aku tidak sengaja menemukan jepitan itu disini. jadi ku piker ini punya mu,” jelas eza sebelum adrella menanyakan itu.
Adrella mengangguk dua kali. Kemudian tangannya bergerak menyematkan jepitan berwarna senada dengan dress yang dikenakannya ke rambut cokelat kekuniannya. Benda kecil itu mampu menambah sentuhan manis pada penampilan kasual adrella. Dengan nuansa warna ‘manja’ itu adrella terlihat seperti boneka tercantik didunia, Barbie doll.
“oh, yeah. Thanks,” sahutnya singkat. Udara dingin sore itu membuat  Pipi chubby yang seingat eza empat tahun lalu masih Nampak tirus itu semakin bersemu merah. Eza mengamati sedikit perubahan dari adrella. Empat tahun lalu gadis manis itu memiliki tubuh tinggi yang kurus tapi, sekarang tubuh tinggi itu semakin ideal dengan tubuh adrella yang lebih berisi. Empat tahun lalu, eza setengah mati mengagumi kejelitaan wajah adrella yang sangat natural. Dan sekarang, eza dibuat semakin mengagumi peri cantik itu. dia cantik. Lebih dari bayangan wajahnya empat tahun lalu. Kelihatan sangat menarik mata dengan gaya lebih dewasa namun tetap natural.
“anyway, aku adrella. Panggil aja , dela..” adrella mengulurkan tangannya. Eza memandangi tangan adrella yang terulur di depannya. Kebingungan kembali menyergap. Dalam perkenalan tentu saja harus saling mengetaui ‘Nama’ baru bisa berboncang lebih jauh. Bodohnya eza tidak memperhitungkan jika diantara dirinya dan adrella akan kembali mengulangi tahap awal pertemuan yaitu, perkenalan. Sekarang nama apa yang pantas untuk dirinya?
“hei, kok diam? Nama kamu siapa?” Tanya adrella sambil menatap uluran tangannya yang belum jua disambut.
Oh my god.. sekarang otaknya koslet hanya untuk menjawab satu pertanyaan paling mudah di dunia. Mungkin hanya orang amnesia permanen yang menganggap pertanyaan semacam itu sebagai soal yang rumit,”aku.. nama.. aku.. emm..” eza kembali menggaruk-garuk tengkuknya. merasa bersalah tak menyambut uluran tangan adrella yang sudah cukup baik menyambut ‘keanehan’nya dengan sikap ramah. Eza buru-buru memutar otaknya hanya untuk menyebutkan satu kata saja. Ayolah ambil nama apa saja! Jacky, lucky, bastian, atau bobby nama anjing piaranmu dirumah, terserah! “peter. Yah namaku peter,”
Mata adrella kembali menyipit. Ia sedang tertawa lagi,”haha.. awesome! Maybe, like your mask, peter parker! Spider-man!” adrella mengeluarkan suara tawa yang kini tak ia sembunyikan lagi. Dan, eza menikmati suara tawa ceria yang selalu ingin didengarnya kembali. Ya.. Tuhan ternyata mengabulkan do’anya selama empat tahun! Melihat ekspresi tawa ceria adrella, mau tak mau eza pun ikut tergelak.
Ternyata, di sore inilah penantiannya berakhir. Menunggu waktu akan membawanya bertemu lagi dengan sang angle yang teramat dicintainya. Saking terobsesinya untuk memiliki, nafsu membakar akal sehatnya. Waktu itu iblis menghasutnya untuk mengambil sesuatu yang berharga dari perempuan yang ia cintai. Dengan merampas hal paling berharganya, dia akan memiliki gadis itu seutuhnya. Tanpa ada rasa risau gadis yang ia cintai berpaling dari dekapannya. Eza sudah berulang kali menghujat akal pikirannya yang pendek itu. andai saja.. Tuhan membiarkan kelakuan bejatnya terjadi, mungkin senyum manis dan tawa ceria itu tak akan bisa lagi dilihatnya seperti sore ini.
“kamu tinggal disini, pete?” Tanya adrella tanpa menoleh pada eza. Tatapannya kembali menghambur memandangi pesona alam di sore yang masih cerah.
Eza mengerutkan kening, sedikit risih mendengar adrella menyapanya dengan sebuah nama yang sama sekali bukanlah nama panggilannya,“nggak. Aku tinggal di kota,” jawab eza dengan suara yang agak dibuat-buat,”dan kamu?” pertanyaan yang sebenarnya tanpa ditanyakan pun ia tahu jawabnnya. Adrella, seorang gadis indo blasteran belanda. Lahir di Amsterdam tapi, kota bandunglah tempat ia dibesarkan selama 11 tahun. Lalu adrella meninggalkan kota kembang dan pindah entah kemana setelah lulus SMA.
“aku juga bukan orang sini,” sahutnya,”aku ke sini dengan papa-mama. Mereka mau mengunjungi salah satu kerabat yang tinggal disini. Yah.. sekalian refreshing,”
 Hening beberapa saat. Keduanya sibuk menikmati udara segar yang dihasilkan dari pepohonan hijau di sana-sini. Meskipun, cahaya matahari masih benderang, namun sinar kehangatannya tak cukup mengalahkan udara dingin yang menusuk kulit. Yah, jangan samakan orang tropis dengan para bule yang sudah terbiasa dengan onggokan salju di atap dan halaman rumah mereka pada musim dingin, suhu 18 derajat sudah cukup membuat orang tropis kewalahan karena dingin.
“di sini enak ya,” sahut adrella memecah keheningan diantara mereka,”sejuk, masih alami. Polusinya nggak parah kayak di kota,”
Eza tersenyum. Malino, memang tempat kesenangannya untuk lari dari kerumitan masalah di hidupnya atau sekedar mengusir penat dan mencari inspirasi untuk menulis hal menarik. Alasan utama tempat ini masuk dalam list favorite place-nya adalah suasana alamnya yang sunyi dan sejuk.
“yah.. kadang aku berpikir ingin tinggal disini. tempat nyaman yang bisa membuatku bebas dari beban pikiran,” ujar eza sambil menghirup aroma segar dari hembusan angin.
“me too. But, sometimes.. tempat yang nyaman itu terlalu memanjakanmu. itu malah akan membuatmu bosan, jenuh, dan merasa nggak punya tantangan,” tukas adrella. Ia memasukkan kedua telapak tangannya yang mulai terasa beku ke dalam saku jaket cokelatnya yang lumayan tebal.
Pelan-pelan, eza merebahkan badannya. Kedua tangannya menopang kepalanya yang terbaring di atas rerumpuran tipis,”aku sudah bosan menghadapi tantangan..” kalimatnya menggantung. Ia sebenarnya tak ingin bercerita lebih jauh. Tapi, raut wajah adrella menunggu eza melanjutkan kalimatnya.
“aku seorang penulis. Ah.. lebih tepatnya aku ingin menjadi seorang penulis, penulis buku fiksi, cerita horror atau apa saja. Tapi, sayangnya aku nggak bisa mematahkan tantangan untuk membuat tulisanku disukai,” ini terdengar seperti curahan hati. Keluh kesah yang selama bertahun-tahun disimpannya dalam hati kini, ia luapkan pada gadis itu. dari remaja, eza selalu berangan menulis sebuah cerita menarik yang akan diabadikan dalam buku bersampul cantik. Tapi, sungguh ironis mengetahui kenyataan tak kunjung menyambut mimpinya. Selama ia memimpikan hal itu, baru satu kali ia berhasil menjadikan tulisannya sebuah buku. Itu terjadi lima tahun lalu ketika sang pujaan hati masih ada di sisinya, masih mengenggam tangannya dikala rasa pesimis itumenyergap pikirannya. Saat itu masih ada adrella.. a girls who’s inspiring him. Dulu ia menulis karena cinta. Lalu sekarang ia menulis untuk apa? Inspirasi itu seakan pergi seiring kepergian adrella dari hidupnya.
“mungkin kamu terlalu cepat menyerah. You know , right? Seorang ilmuwan aja harus mencoba bereksperimen beribu kali sampai tujuannya berhasil. Mereka nggak pernah bosan kok meski harus mengulangi sekali lagi kegagalannya. Toh, pada akhirnya semua berujung manis,” adrella ikut merebahkan badannya di samping eza. Sedetik ia menoleh menatap pria di balik topeng spiderman itu.
“I’m a desiner. Untuk meraih mimpiku itu nggak mudah. Aku harus mendengar semua kritikan pedas dari beberapa manajer perusahaan tempatku mengajukan lamaran. Tidak mudah berlapang hati mendengar orang lain mencemo’oh karya mu dengan tajam, seakan semua argumen menjatuhkan itu seperti pisau yang mematikan optimismemu. But, I never give up, aku terus belajar. Sampai akhirnya dari kata ‘coba lagi’ aku mendapat jalan menciptakan desain baju yang laku di pasaran,” ujar adrella penuh semangat.
Ada rasa bangga memenuhi hati eza. Peri cantiknya ternyata telah memiliki sayap indah nan kokoh membawanya terbang jauh. sangat jauh meninggalkan eza yang masih berusaha merangkak mewujudkan angan-angan menjadi kenyataan. Dia masih menjadi seorang pecundang diumurnya yang ke 23 tahun. Jangankan untuk meraih mimpi menjadi seorang penulis mega bestseller, gelar sarjana pun belum ia sandang.
“great! I hope, I can do as well as you do,” ucap eza sambil memandangi langit menjingga dari matahari yang perlahan menjauhi peraduannya.
“you can, pete! I am sure. Menulislah dengan hati. Jangan terlalu memikirkan hasilnya nanti akan bagaimana. Lakukan saja karena kamu menyukai apa yang kamu lakukan dan kalau gagal masih banyak waktu untuk mengulanginya menjadi lebih apik. Tuhan membuatmu gagal, supaya kamu bisa belajar kelemahan yang harus kamu benahi. And.. beliave Tulisan yang kau tulis dengan sepenuh hati, akan mampu menyentuh hati orang yang membacanya,” adrella menyentuh lembut pundak kekar eza, hanya sekedar berusaha menyampaikan support-nya pada laki-laki yang baru saja dikenalnya beberapa menit yang lalu. Tapi, bagi eza sentuhan sesaat itu sungguh berarti. Meskipun hanya menyentuh jaket kulitnya saja, namun sentuhan kecil itu seakan membangkitkan kehangatan di hatinya yang telah lama tenggelam dalam kelam.
“I trust you. Thank you for your words,”eza mengulum senyumann simpul.
“same here,” meski tak bisa menerawang senyuman itu adrella membalasnya dengan tulus.
“anyway, suka spider-man?”Tanya adrella yang hanya di jawab dengan anggukan oleh eza,”you remember me about someone. Someone who ever fill my life. He is precious for me,”
Mungkin adrella tak menyadari, kata-katanya barusan membuat mulut laki-laki di sampingnya setengah terbuka saking kagetnya. He is precious for me. Kata-kata itu masih memenuhi pendengarannya. Bagaimana bisa seorang laki-laki yang empat tahun lalu berniat mengambil segala yang berharga dari dirinya dianggap adrella sebagai ‘precious person’? Bukankah laki-laki yang dimaksudnya itu hanyalah sebuah sampah yang lebih pantas untuk dilupakan?
“peter..” sahut adrella menyadarkan eza yang memandang kosong kearah langit,
“yeah?” eza menoleh kearah wajah cantik itu.
“I have to go right now,” adrella lekas berdiri sambil membersihkan rerumputan yang menempel bajunya.
“you have to go? Where?” Tanya eza. Jika didengar lebih teliti pertanyaan itu terkesan tak ingin membiarkan adrella pergi. Yah.. beberapa menit yang begitu singkat berbincang dengan seseorang yang sangat ia nantikan. Rasanya  belum cukup untuk melepas kerinduannya.
“sore ini aku bakal berangkat ke kota. Mungkin, baru besok terbang ke aussie,”
“aussie?” eza terperanjat. Rasanya begitu sulit menerima kenyataan jika jarak akan kembali memisahkan adrella darinya.
Adrella hanya mengangguk,”jauh banget,” ujar eza meski adrella tak bisa menangkap kekecewaan yang tersirat dari air muka eza.
“yeah.. papa dan mama punya kerjaan disana. And.. I work overthere, too,” jelas adrella.
“dela..” eza menyebut nama itu dengan pelan hampir tak terdengar sama sekali saking sulitnya ia mengeja nama itu di ujung lidahnya. Terasa berat baginya mengucap satu kata itu. sebuah nama yang pemiliknya hampir ia sakit. Sebuah nama yang selalu mengingatkannya dengan kesalahan,”do they will meet anymore?”
adrella menyambut pertanyaan itu dengan tawa candaan,”you will meet me again? Hmm.. I suspect. Maybe, you’ve had some special feeling for me,” ujarnya bermaksud sedikit ingin menjahili cowok misterius yang wajahnya tak ingin dilihat itu.
pipi chubby merah muda itu sungguh kelihatan menggemaskan untuk dicubit. Terlebih disaat pemiliknya sedang terkekeh jail seperti sekarang. tapi, eza tak mungkin melakukan hal yang sangat ingin dilakukannya itu.
“I do hope will meet you again,”
“I do hope so, see you, pete” sahut adrella. Ia mulai beranjak meninggalkan eza yang masih berdiri mematung disana. Sepasang mata eza tak lepas memandangi siulet tubuh adrella yang perlahan-lahan mulai menjauh darinya. Andai cupid masih memihaknya, mungkin saja ia bisa melepaskan topeng konyol itu, berlari kearah adrella dan mengatakan ‘aku masih mencintaimu’ di depan gadis itu dengan percaya diri. Kemudian adrella pun akan mengatakan hal yang sama padanya. Semua begitu indah dalam khayalannya. Hanya dalam khayalan. Karena mustahil mengatakan ‘aku masih mencintaimu’ di depan orang yang di hatinya masih mengendap secuil rasa benci. Eza pun hanya bisa membiarkan detik demi detik membuat langkah kecil gadis itu semakin menjauhinya.
“spidey!” adrella tahu-tahu menghentikan langkahnya.
Eza sejenak menahan nafas saat tahu wajah cantik itu kembali menoleh ke arahnya,”yeah?”
“nice to meet you,”
“nice to meet you, too,”
“you are a nice guy. Perhaps, if you wanna release your mask.. I will be falling in love with you,” adrella terkekeh. Satu kalimat candaan lagi yang terlontar darinya.
Eza setengah tertegun mendengar itu,”oh boy, yeah..”
“oh boy yeah… what?!”
Eza menggeleng berusaha keluar dari lamunan yang menjeratnya,”nothing. I mean.. you are a nice girl, too,” suara itu terdengar agak parau..
“okey, bye, pete..”ucap adrella sambil melambaikan tangannya. Kedua sudut di bibir mungil itu membentuk lengkungan yang indah. Senyuman manis yang merekah sekali lagi di wajah gadisnya. Eza tak tahu itu sebuah senyuman indah terakhir dari adrella untuknya
“bye..” eza membalas lambaian itu meski ia sama sekali tak menginginkan kata ‘bye’ itu mengakhiri pertemuannya dengan adrella hari ini, disini.
Dalam temaram kamarnya yang sunyi, eza menatap langit-langit kamar yang Nampak gelap sambil merebah di atas kasur kapuk yang tak lagi empuk.
Pelan-pelan, eza memejamkan kedua matanya. Sedetik, dua detik.. pahatan sempurna wajah sesosok gaids mulai memenuhi isi kepalanya. Eza menyukai kesunyian ini. Kesunyian yang ditemani kegelapan. Karena di saat seperti inilah ia bisa dengan puas merekam ukiran lengkungan senyum adrella di sore hari yang cerah. Momen yang tak pernah terulang lagi. Telah using dan hanya menjadi kenangan diingatannya.
Mungkin, waktu bisa saja kembali mengulang semuanya. Bahkan, menyatukan cinta yang telah lama terpisah itu sangat mudah bagi waktu. Tapi, bagaimana jika takdir tidak mengizinkan? Waktu bisa apa!
Eza menghirup udara di sekelilingnya. Membayangkan aroma harum yang menguar dari tubuh angle-nya.
Eza menghentikan sejenak imajinasinya. Dan berpikir ulang tentang ‘dunia yang begitu sempit’. Yah.. mungkin dugaannya meleset. Dunia tak sesempit pikirannya.
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pedas-pedas menggelitik