Kota Para Barbar
Tersebutlah kota paraBarbar. Segala sesuatu dimonitori
lembar-lembar kertas, umpama jelmaan tangan Tuhan. Di kota para bedebah, tak
ada yang mengenal akherat. Kejahatan adalah pahala yang gemar dihelat.
Uang-uang gemar diperangkap. Semakin kau lebih setan dari iblis, maka itulah
kebahagian hakiki. Surga adalah materi. Neraka itu bila kau setuju Tuhan ada.
Kemalangan akan menimpa sejadi-jadi, seandainya kau orang baik.
"Kau akan pailit, Sam. Dalam waktu dekat kau harus
melikuidasi semua kekayaanmu. Tak bersisa, kecuali—" pria sepuh setengah
abad itu tersenyum licik, tahu kondisi teman karibnya benar-benar buruk,
kecuali bila ia bersedia berbaik hati sedikit. Berbaik hati di kota para barbar
itu, dianggap noda atau sebut saja dosa. Jika dilakukan akan mendapat derita
tak terbilang, termaktub dalam hukum tertulis kau akan diancam masuk neraka.
Jika beruntung hanya mendekam dalam jeruji. Ini kota para bedebah. Kekayaan
nomor satu.
"Apa itu?" Sam antusias. Ia akan melakukan
apapun demi harga diri dan uang.
"Aku mau menikah dengan Zilian, anak gadis
bungsumu,"
Sam menelan ludah.
17.mei.2014
***
Lanjutan dari kisah
fiksi mini Kota Para Barbar…
Di Negeri Mahardika
"Aku mau menikah dengan Zilian, anak gadis
bungsumu,"
Sam menelan ludah. Astaga, Zilian baru berusia tiga
belas.
"Ayolah Sam, apalah arti satu pengorbanan buat semua
martabat yang bakal kembali digenggamanmu, utuh. Bahkan aku bisa membawamu
melejit berpuluh-puluh kaki dari bumi." Tua Bangka itu terbahak
menyebalkan.
Apa mau dikata, sam mengiyakan dengan mudah. Melepaskan
Zilian jadi isteri bontot Zhar. Sebuah
resiko bila terlanjur lahir di negeri ini, Negeri Barbar. Tak ada yang nomor
wahid kecuali uang, martabat, dan tahta. Kasih sayang sekalipun hanya mendapat
gelar tak 'bernilai' bukan tak 'ternilai'
Lima belas tahun kemudian, reformasi besar-besaran
terjadi di negeri Barbar. Kekuasaan diambil alih. Sejak sepuluh tahun silam
Zhar turun tahta. Kedaulatan negeri barbar berubah. Semua sistem hipokrasi
dimusnahkan. Kekuasaan jatuh di tangan seorang bestari yang cakap menumpas
ketidakbecusan di tanah leluhurnya. Adalah Zilian, ratu yang memimpin negeri
Mahardika yang semula bernama negeri Barbar.
Sore itu, ratu Zilian sedang mengadakan kunjungan di
sebuah kota. Di tengah jalan matanya tidak sengaja menumpu pada seorang pria
renta yang terseok-seok di pinggir trotoar, "ayah!"
Yang dipanggil menoleh linglung. Namun, hanya sekejap. Lantas,
air matanya luruh.
"Ayah aku mencarimu setengah mati." Zilian
meraih tubuh ringkih itu.
"Kau tak membenci ayah, Nak?"
29. mei. 2014
****
Shumimasen!
Di kapal kayu tentara jepang, jerit tangis perawan remaja
berjatuhan satu-satu. Gadis-gadis belia itu pupus sudah. Mereka ditipu janji
balatentara Dai Nippon yang mengumumkan propaganda jika para gadis yang
terpilih akan disekolahkan di Tokyo. Salah satunya Nurmala. Gadis rupawan yang
begitu senang saat tentara jepang menjemputnya di rumah. Ia pikir sekembalinya
ke tanah air, bapaknya yang petani miskin itu tidak akan berletih-letih lagi
sebab dirinya kelak akan jadi sarjana. Akan dapat kerja yang layak.
Tapi, hancur sudah hati Nurmala dan puluhan gadis di
kapal itu. Balatentara Jepang sudah menunjukkan gelagat biadap. Bahkan sebagian
dari mereka sudah tidak perawan lagi.
"Nomor 34? Mana gadis nomor 34?!" seru seorang
gadis jepang bertudung. Sepertinya ia ditugaskan mengkordinir para perawan
pribumi untuk mengenyangkan tentara jepang yang lapar birahi.
Nurmala menunduk. Ragu-ragu mengangkat tangannya.
Perempuan jepang misterius itu mengangguk. Menuntun Nurmala menuju kamar
eksekusi.
"Jangan Khawatir. Aku Namira, puteri kandung
Laksamana Shikimura. Lima belas menit lagi ayahku ke sini. Ia baru saja
minum-minum dan saat ini sedang mabuk. Lekas matikan semua lampu di kamar ini.
biar aku yang di atas ranjang. Setelah
itu, rencanakan nasibmu dan kawan-kawanmu diluar."
Tremor
menyerang sekujur tubuh Nurmala. Baru saja seseorang menyelamatkan nasibnya
dengan membiarkan ayahnya sendiri melukainya. Shumimahen.. dan ini lebih derita dari menanggung nasib malang.
04. mei. 2014
***
Ketika Pemula Menulis
Namanya
'Pemula', ukuran nama yang aneh memang. Ia gadis berusia delapan belas. Teman-temannya punya cara
sendiri menyapanya. Kadang ia dipanggil Lala, Mumu, atau Mule'. Apapun nama
yang terdengar lazim dan diambil dari penggalan namanya. Pemula punya hobi, ia
senang menulis. Meski, hobinya itu sering membuat migrannya kambuh akibat
berlama-lama di depan layar laptop. Tapi, tak apalah. Bagi Pemula, menulis
umpama teman karib. Meski, tulisannya kadang dianggap sampah saja bagi yang
telah lama cemplung di dunia sastra. Pernha suatu malam Pemula membaca
pengumuman lomba menulis. Ia antusias membuka laptop, bersiap menghamburkan
idenya. Lupa jika beberapa menit lalu ia sudah begitu mengantuk.
Beberapa hari menjelang. Pemula tak
sabar menunggu hasil lomba. Satu email dari panitia lomba bertengger di kotak
masuknya.
"Terima Kasih. Kami sudah membaca
Tulisan Anda, sayang judul tulisan Anda mirip dengan judul puisi Aldi Mashardi.
Maaf, tolong kirim yang orisinil." Begitu bunyinya.
Wajah Pemula tertekuk. Ia bingung
dengan bunyi kalimat dari panitia. Ah, bagamana pula tulisannya dikata bukan
orisinil? Malam-malam ia menulisnya dengan mengacak ide di kepala, meski sudah
kantuk. Ia harus lekas menulis dan mengirim ke panitia sebelum batas deadline. Pemula menghela nafas,
berusaha ikhlas dan tetap menulis. Bukankah ditolak itu biasa? Pemula kembali tersenyum.
27. mei.2014
**
KISAH IKHLAS DAN RIYA'
Ikhlas dan Riya' saudara kembar. Mereka punya sifat yang
kontras tapi sulit dibedakan. Seperti gambaran dalam cermin, terlihat persis,
tapi terbalik total. Orang-orang tak sedikit yang khilaf mengenali keduanya,
saking kembar mereka.
Waktu itu, Riya' tak sengaja mendapati Ikhlas sedang
menangis hebat. Tubuh terguncang. Kesedihan yang begitu asing menyerang Ikhlas.
Bukankah ia alasan sederhana untuk bahagia? Lantas mengapa Ikhlas menangis?
Riya' bertanya, "ada apa, Las?"
Ikhlas susah payah menahan sesenggukan,"apa salahku?
Hati mana pun sulit sekali menerimaku."
Riya' bergeming. Selama ini begitulah yang dilakukan
Riya', menyamar sebagai ikhlas. Lantas hati orang-orang banyak yang tak yakin,
bagaimana mungkin Ikhlas bisa bikin bahagia?
03. juni. 2014
**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pedas-pedas menggelitik